Selasa, 03 Januari 2023

Antoni Wuling

Minggu malam ini, dingin benar-benar masuk ke tulang. Suasana sunyi pedesaan Sidogunjing menambah ngilu setiap tiupan angin yang diterjang Antoni, kali ini Antoni ke rumah menggunakan motor bekas yang baru dibelinya. Antoni memutuskan untuk mampir ke rumah, membelikan adiknya sebungkus mie ayam. Sudah dua kali lebaran Antoni meninggalkan rumah, berpindah pindah tebengan tempat tidur diantara rumah-rumah temannya, tapi sebagian besar waktunya ia habiskan di bedeng proyek yang ia ikuti. Sesekali saja Antoni pulang, tak pernah menginap, hanya untuk melepas rindu dengan adiknya, dan menengok ibunya.

Selasa malam ini, Rubiyati gembira, begitu senang, senyum menggantung di bibirnya, kakaknya datang menengoknya, membawakan sebungkus mie ayam. Berkali-kali dia menanyakan pada kakaknya dimana mie ayam dibeli. Hatinya penuh sukacita begitu juga perutnya hangat dengan kuah mie ayam. Bagi Rubiyati, mie ayam yang dibawakan kakaknya malam ini adalah mie ayam terenak yang pernah dia makan. Masih tersisa beberapa suap, Rubiyati mendekat ke ibunya, menawarkan lagi suapan untuk ibunya yang sedari tadi menolak ikut mencicipi mie ayam, dan kembali ibunya menampik, dan meminta Rubiyati untuk segera menghabiskannya.

Masih duduk di teras rumah bersama Antoni, Parijah masih mengamati Rubiyati menghabiskan mie ayam, kemudian mengalihkan pandangannya pada motor (bekas) baru anaknya. Samar teringat tiga tahun lalu ketika Parijah masih antar jemput sekolah Rubiyati dengan motor yang lebih bagus daripada motor yang dibawa Antoni malam ini. Bahkan, motor yang dipakai Antoni pergi ke sekolah dulu, bisa jadi harganya delapan kali harga motor yang baru dibeli anaknya ini. Beberapa kali Parijah menghembuskan nafasnya panjang, teringat jelas ketika mobil barunya datang waktu itu, mobil keluarga tipe minibus buatan merk baru dari Cina itu telah membuat heboh satu kampung. Warga kampung saat itu heboh dengan keberanian keluarga Parijah membeli mobil merk Cina, sehingga nama merk mobil itupun melekat pada panggilan keluarga Parijah, suaminya, anaknya semua dipanggil dengan nama mereka ditambah merk mobil Cina itu. Saat ini, Parijah hanya punya satu sepeda jengki, itupun harus berebut dengan Rubiyati untuk ke sekolah.

Wakijo keluar dari rumah melalui pintu samping, sampai di teras ia menyapa anaknya, dan tak berbalas. Wakijo pun melangkah keluar halaman menuju ke jalan sambil berpesan ke Parijah agar pintu samping rumah jangan dikunci. Wakijo libur mencari belut malam ini, bukan karena capek menjalani empat jenis pekerjaan setiap harinya, padahal musim belut baru bagus di awal tahun ini, tapi ia harus hadir di rumah Sarwo, menjadi saksi penjualan sawah Sarwo. Sawah itu terpaksa dijual Sarwo untuk menyelamatkan sertifikat rumahnya yang digadaikan Wakijo empat tahun lalu untuk sedikit modal usaha Wakijo dan banyak untuk judi online Wakijo.

Setelah memberi adiknya uang lima puluh ribu untuk uang saku, Antoni pamit ke ibunya untuk kembali ke bedeng proyeknya di kota sebelah. Parijah membujuknya untuk menginap malam ini, tapi Antoni menolak dengan sendu. Emosinya akan terus bergelora kalau terus-menerus berada di rumah. Sebelum Antoni menyalakan motor, Parijah dengan berkaca-kaca memberanikan diri mengatakan pada Antoni apakah mungkin motornya digadaikan dulu untuk keperluan sehari-hari Parijah dan Rubiyati (?).

Antoni memacu kencang motor matic bekasnya, jaketnya pun tak sempat ia kancingkan, dingin malam ini sudah tak terasa untuk Antoni. Kencang sekali Antoni memacu motor, jarak lima puluh lima kilo ia tempuh kurang dari setengah jam.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar